Jumat, 05 Oktober 2018

Pelajar dan Sastra Bagaikan Pahlawan dengan Taktik Gerilyanya


Pasti para pelajar sudah terbiasa mendengar kata “sastra.” Sastra sering disebut dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Karya sastra berdasarkan bentuknya ada puisi, prosa,  dan drama. Berdasarkan waktu pembuatannya ada satra lama, seperti pantun, syair, gurindam, dongeng, dan hikayat. Kedua ada sastra baru, seperti semua puisi bebas yang tidak termasuk puisi lama, cerpen, dan novel. Kemudian apa yang dimaksudkan dengan “Pelajar dan Sastra Bagaikan Pahlawan dengan Taktik Gerilyanya”? Sastra dapat menjadi jembatan bagi pelajar meraih masa depan cemerlangnya, seperti para pahlawan dengan taktik gerilyanya untuk meraih kemenangan. Ada pelajar yang memang minat untuk berkecimpung dalam dunia sastra dan seni, maka dari itu mereka pasti mempelajarinya. Lalu bagaimana dengan pelajar lain yang tidak punya bakat dan minat untuk berkecimpung di dalam dunia seni dan sastra? Apakah mereka harus tetap mempelajarinya? Dan apabila mempelajarinya, apa manfaat yang didapatkan?

Umar bin Khattab pernah berpesan, ajarkan sastra kepada anak-anaknmu, karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani. Pesan Umar cukup menggambarkan kaitan erat antara sastra dan pembentukan karakter seseorang. Dengan belajar sastra, kita menjadi tahu makna kehidupan. Kita terbiasa untuk mengungkapkan sesuatu dengan keindahan dan kelembutan. Selain memperluas pengetahuan kita memperluas pengetahuan karena menyajikan cerita berdasarkan kondisi nyata.

Sebuah riset yang dilakukan oleh David Comer Kidd dan Emanuele Castano dari New School For Social Research menemukan bahwa novel satra dapat membantu pembacanya menjadi lebih empatik terhadap orang lain. Riset tersebut melibatkan 1000 partisipan, di mana mereka secara acak diminta untuk membaca novel populer atau novel sastra. Dalam riset tersebut, kedua pakar menggunakan teknik teori pikiran (theory of mind) untuk mengukur seberapa akurat partisipan mengidentifikasi emosi yang dialami oleh orang lain. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipan yang membaca novel sastra lebih akurat dalam mengenali emosi seseorang dibanding mereka yang membaca novel populer. Di sisi lain membaca karya sastra membuka diri kita terhadap informasi-informasi yang baru serta lengkap, pembaca akan memperoleh ide-ide yang cemerlang yang lebih kreatif. Seperti pesan dari Buya Hamka “sesuatu yang dibutuhkan untuk menghaluskan jiwa adalah seni dan sastra.”

Banyak pelajar yang suka mengambil suatu kesimpulan, misalnya seperti saat mereka memiliki cita-cita menjadi dokter, kemudian mereka berpikir apa gunanya mempelajari sastra dan pelajaran lain yang mereka anggap tidak digunakan saat menjadi dokter.  Berpikir seperti itu sangatlah salah besar! Ketika mempelajari sesuatu, saya misalkan itu ketika kalian belajar sastra, tidak selalu belajar itu tentang isi, belajar itu juga tentang proses dalam usaha memahami isi. Apa yang paling penting tapi kadang terlupakan adalah cara otak melatih berpikir dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, itu membuat pikiranmu tajam dan membuatmu berpikir cepat dan paham dengan baik.

Jadi pikirkan tentang itu. Bagaimana belajar sastra bisa melatih kemampuan berpikirmu? Lagi, ketika kamu mulai bekerja di masa depan kamu tidak harus ingat kisah Romeo dan Juliet. Namun, sastra melatih otakmu seperti untuk berpikir kreatif, belajar tentang emosi manusia dan bagaimana perilaku manusia, mengamati dan memahami interaksi manusia, membaca pikiran orang, mengorganisasikan informasi untuk mendukung suatu argumen. Lagi-lagi seluruh keterampilan berpikir penting bagimu untuk meraih sukses sebagai aktor, guru, pengacara, manajer, orang bisnis, psikolog, dokter bedah, politisi, periklanan, jurnalis, komandan tentara, atau pemimpin apapun. Singkatnya, kamu membutuhkan keterampilan dalam setiap profesi.

Belajar sastra sangat penting karena manfaat yang kita dapat bisa menjadikan kita pandai mengolah emosi dan rasa. Hal itu tentu diperlukan untuk kehidupan pelajar yang suatu saat akan terjun dalam masyarakat.



XI MIPA 2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar