Jumat, 05 Oktober 2018

“Sumbu Pendek” Sastra Zaman Milenial


            Sumbu pendek adalah istilah yang mengacu pada sumbu kompor minyak yang akan mudah terbakar apabila tali sumbu bahan bakarnya pendek. Hal tersebut menggambarkan anak muda zaman milenial ini yang mudah termakan isu dan terprovokasi tanpa mencari tahu kebenaran suatu persoalan. Di zaman milenial ini teknologi modern menguasai manusia tanpa ampun. Gawai pintar menjadi barang wajib dalam berbagai kalangan dari yang muda hingga tua. Namun, gawai pintar tersebut tidak dimaksimalkkan untuk  aktivitas intelektual. Justru menjadikan budak yang terpenjara di ruang dan waktu.

            Dalam fenomena “sumbu pendek” ini, biasanya informasi yang disebarluaskan bisa memancing orang lain melakukan hal yang sama. Hal tersebut terjadi pada penyelenggaraan Asian Games 2018. Saat Presiden Jokowi menggunakan peran pengganti (stuntman) pada pembukaan Asian Games 2018 pada tanggal 18 Agustus 2018, sebagian masyarakat menggangapnya sebagai bentuk pembohongan publik karena Jokowi tidak melakukan aksi itu secara penuh, berbeda dengan yang terlihat daam video.

            Padahal sebenarnya hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013. Dapat dikatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden merupakan representasi negara ssehingga perlu mendapatkan keamanan secara khusus. Jadi, tidak mungkin seorang presiden diminta untuk melakukan atraksi hanya untuk kepentingan hiburan semata.

            Di samping itu, generasi zaman milenial hari ini justru sibuk di dunia maya sehingga mengalami kamandekan berpikir dan menuangkannya di atas kertas layakknya pahlawan bangsa tujuh dekade lalu. Anak muda zaman sekarang memiliki perbedaan yang jauh dengan pemuda zaman sebelum kemerdekaan. Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan pemuda zaman dahulu mampu membangkitkan semangat dalam berjuang. Misalnya poster perjuangan karya pelukis Affandi tersemat slogan terkenal penyair Chairil Anwar, “Bung Ajo Bung”.

            Kualitas isi tulisan zaman dahulu dan sekarang juga berbeda. Pada zaman Soekarno tulisan yang ditulis di media massa terlihat analisis dan sistematis. Sedangkan sekarang, isi tulisan cenderung dangkal. Namun, tak semua anak muda dapat dikategorikan seperti itu. Isi tulisan yang buruk dapat dipengaruhi konstruksi pemikiran penulis sendiri.

            Masalah-masalah tersebut hadir karena rendahnya literasi di Indonesia. Di zaman milenial ini telah dikembangkan literasi digital. Namun, penerapannya belum terlaksanakan dengan benar. Dalam literasi digital sendiri membutuhkan kemampuan di bidang teknis meliputi kemampuan penggunakan media digital dan bidang non teknis terdiri dari kemampuan interaksi (konteks sosial dan budaya) dan kemampuan mengusai pengetahuan terkait konteks literasi digital.

            Rendahnya literasi juga disebabkan rendahnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Menurut data statistik United Nation Educational, Scienific, and Cultural Organization (UNESCO),  Indonesia menempati posisi Ke-60 dari 61 negara berdasarkan tingkat literasinya. Sementara berdasarkan survei World Economic Forum, Indonesia berada posisi ke-77 dari 144 negara dalam kesiapan teknologi.

            Permasalahan rendahnya literasi digital di Indonesia merupakan tanggung jawab semua pihak. Individu, keluarga, sekolah, perguruan tinggi, masyarakat, pemerintah, perusahaan, media, dan lain-lain. Yang paling utama adalah kerja sama di semua pihak.



Penulis : Winda Isti

XI IIS 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar