Sumbu pendek adalah istilah yang
mengacu pada sumbu kompor minyak yang akan mudah terbakar apabila tali sumbu
bahan bakarnya pendek. Hal tersebut menggambarkan anak muda zaman milenial ini
yang mudah termakan isu dan terprovokasi tanpa mencari tahu kebenaran suatu
persoalan. Di zaman milenial ini teknologi modern menguasai manusia tanpa
ampun. Gawai pintar menjadi barang wajib dalam berbagai kalangan dari yang muda
hingga tua. Namun, gawai pintar tersebut tidak dimaksimalkkan untuk aktivitas intelektual. Justru menjadikan
budak yang terpenjara di ruang dan waktu.
Dalam fenomena “sumbu pendek” ini,
biasanya informasi yang disebarluaskan bisa memancing orang lain melakukan hal
yang sama. Hal tersebut terjadi pada penyelenggaraan Asian Games 2018. Saat
Presiden Jokowi menggunakan peran pengganti (stuntman) pada pembukaan
Asian Games 2018 pada tanggal 18 Agustus 2018, sebagian masyarakat
menggangapnya sebagai bentuk pembohongan publik karena Jokowi tidak melakukan
aksi itu secara penuh, berbeda dengan yang terlihat daam video.
Padahal sebenarnya hal tersebut
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013. Dapat dikatakan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden merupakan representasi negara ssehingga perlu
mendapatkan keamanan secara khusus. Jadi, tidak mungkin seorang presiden
diminta untuk melakukan atraksi hanya untuk kepentingan hiburan semata.
Di samping itu, generasi zaman
milenial hari ini justru sibuk di dunia maya sehingga mengalami kamandekan
berpikir dan menuangkannya di atas kertas layakknya pahlawan bangsa tujuh
dekade lalu. Anak muda zaman sekarang memiliki perbedaan yang jauh dengan
pemuda zaman sebelum kemerdekaan. Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan
pemuda zaman dahulu mampu membangkitkan semangat dalam berjuang. Misalnya
poster perjuangan karya pelukis Affandi tersemat slogan terkenal penyair
Chairil Anwar, “Bung Ajo Bung”.
Kualitas isi tulisan zaman dahulu
dan sekarang juga berbeda. Pada zaman Soekarno tulisan yang ditulis di media
massa terlihat analisis dan sistematis. Sedangkan sekarang, isi tulisan
cenderung dangkal. Namun, tak semua anak muda dapat dikategorikan seperti itu.
Isi tulisan yang buruk dapat dipengaruhi konstruksi pemikiran penulis sendiri.
Masalah-masalah tersebut hadir
karena rendahnya literasi di Indonesia. Di zaman milenial ini telah
dikembangkan literasi digital. Namun, penerapannya belum terlaksanakan dengan
benar. Dalam literasi digital sendiri membutuhkan kemampuan di bidang teknis
meliputi kemampuan penggunakan media digital dan bidang non teknis terdiri dari
kemampuan interaksi (konteks sosial dan budaya) dan kemampuan mengusai
pengetahuan terkait konteks literasi digital.
Rendahnya literasi juga disebabkan
rendahnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Menurut data statistik
United Nation Educational, Scienific, and Cultural Organization (UNESCO), Indonesia menempati posisi Ke-60 dari 61
negara berdasarkan tingkat literasinya. Sementara berdasarkan survei World
Economic Forum, Indonesia berada posisi ke-77 dari 144 negara dalam kesiapan
teknologi.
Permasalahan rendahnya literasi
digital di Indonesia merupakan tanggung jawab semua pihak. Individu, keluarga,
sekolah, perguruan tinggi, masyarakat, pemerintah, perusahaan, media, dan
lain-lain. Yang paling utama adalah kerja sama di semua pihak.
Penulis : Winda Isti
XI IIS 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar