Imammoesastro
Moehammad
“Mereka tidak
mati. Hakikatnya mereka hidup, justru lebih dekat dengan Sang Kuasa.”
Demikianlah kata-kata sakral tersurat
dalam naskah keabadian. Sebuah ungkapan yang menjelma dalam setiap hembusan
nafas insan Pancasila, yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan. Para leluhur
yang telah mendahului kita bukan berarti wafat dan mati. Begitu pula kepada
para pahlawan kusuma bangsa, mereka tidak mati Bung, secara hakikat mereka
tetap hidup dalam hiruk-pikuk kehidupan bangsa ini. Antara fakta dan legenda. Tetapi
bukanlah sebuah opini, karena hal ini menyangkut kepercayaan dan keyakinan
individu. Merupakan bagian dari keimanan setiap anak bangsa Indonesia.
Dalam Islam, diajarkan bahwa
setiap orang merasakan kematian
sebagai gerbang menuju alam kelanggengan. Bagi semua orang. Berbeda hukumnya,
ketika yang wafat adalah orang-orang alim, para ulama, orang-orang berilmu, dan
kalangan yang dekat dengan Tuhan. Kematian adalah sebuah proses kembali
keharibaan Illahi. Dan dengannya, ummat Islam diajarkan berziarah kubur untuk
mendoakan arwah para leluhur, sekaligus berziarah kepada para kekasih Illahi,
yaitu para waliyullah dengan maksud ngalap berkah. Keimanan ini sangat
kompleks dengan sebuah keyakinan bahwa para leluhur akan kembali pulang, pada
malam Jumat untuk menengok anak cucunya dan menanti doa dari mereka, sebuah
penghormatan yang luhur.
Agama Kristen, Protestan,
Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Mempunyai cara tersendiri dalam
menghormati leluhur mereka. Makam para leluhur dibangun besar dan megah, guna
memberikan tempat istirahat terakhir yang layak bagi para leluhur. Kepercayaan
Konghucu ditambah dengan membakar berbagai miniatur dari kertas, yang diyakini
akan menemani para leluhur di alamnya. Agama Hindu dan Budha, mempersembahkan
bermacam sesaji kubur kepada para leluhur, mereka diperintahkan untuk
melantunkan doa-doa kubur. Dan semua agama mengajarkan anak bangsa untuk
senantiasa mendoakan para leluhur.
Terasa lengkap sekali
penghormatan bangsa ini. Bermacam-ragam suku bangsa, mempunyai adat yang
berbeda-beda untuk menghormati leluhurnya. Dari Melayu, Jawa, Samin, Dayak,
Bali, Sasak, Asmat, sampai Suku Toraja yang sangat menghormati leluhurnya dalam
setiap seluk-beluk aktivitas kehidupannya. Sebuah amanat yang termandat kepada
anak-anak bangsa untuk menghormati leluhur bangsa. Siapa leluhur bangsa kita
Bung? Siapa beliau-beliau itu? mereka adalah para pahlawan. Seluruh insan
patriotik yang telah mengawali adanya bangsa ini. Para pahlawan, dari semua masa.
Sejak masa prakolonial yang melahirkan raja-raja hebat di atas tanah Nusantara.
Masa kolonial awal yang melahirkan sosok-sosok raja pembela rakyat yang
masyhur; Sultan Hasanuddin, Sultan Nuku, Sultan Baabullah, dan segudang tokoh
hebat pada masa ini. Awal kebangkitan persatuan nasional, yang memunculkan
banyak tokoh; Sultan Agung Honyokrokusumo, Pangeran Diponegoro,
Sisingamangaraja XII, Imam Bonjol, dan sekawanan pahlawan hebat lain. Masa
perjuangan modern, yang melahirkan banyak tokoh-tokoh intelektual; RA. Kartini,
Dr. Soetomo, Ki Hajar Dewantara, WR. Soepratman, KHA. Dahlan, KH. Hasyim
Asy’ari, Soekarno, Hatta, Sugondo Joyopuspito, Moh. Yamin, dan ribuan tokoh lainnya.
Belum lagi, para pejuang di masa revolusi kemerdekaan dan pahlawan perebut dan
pemertahan kemerdekaan yang tak mungkin secuil kertas ini sanggup menyebutkan
asma karim mereka.
Merekalah leluhur kita,
pendahulu dan pencipta bangsa Indonesia. Merekalah sosok-sosok yang senantiasa
hidup dalam kehidupan berbangsa bernegara. Mereka adalah leluhur bangsa, yang
akan selalu hidup dalam setiap hembusan napas bangsa Indonesia. Mereka hidup.
Walau jasad mulianya telah membujur kaku, namun mereka selalu ada dalam asa
anak bangsa.
Mereka adalah pahlawan. Mereka
bukanlah sembarang orang. Setiap dari pahlawan itu telah mati, namun kematian
mereka adalah proses untuk lebih dekat dengan Tuhan. Mereka belum mati. Berjuta
pengorbanan mulia yang dikorbankan untuk bangsa ini, membuat mereka tetap
hidup. Dan ingatlah Bung, setiap dari mereka adalah hamba-hamba Tuhan yang
tulus berjuang. Buka kembali lembaran sejarah mereka, tapaklah bekas langkah
dan derap kaki mereka. Mereka adalah hamba yang dekat dengan Tuhan. Dari
kalangan islami, hampir semua pejuang adalah tokoh agama, pemuka agama, atau
setidaknya mempunyai kedekatan yang luar biasa dengan Tuhan. Panglima Soedirman
adalah santri yang selalu menjaga wudlu dan sholatnya. Dari kalangan Kristiani,
tak sedikit para pendeta yang membela kemerdekaan bangsa ini. Letjend. TB.
Simatupang adalah satu di antara agamawan taat yang memberi sumbangsih besar
bagi bangsa ini. Laksamana Yos Sudarso yang rela menenggelamkan diri dan KRI
Macan Tutul demi membela martabat bangsa Indonesia. Agamawan Hindu, ada sosok
hebat I Gusti Ngurah Rai yang memimpin Puputan Margarana yang maha dahsyat.
Sosok I Gusti Ketut Puja yang memberi peran terbaiknya untuk Indonesia.
Berbagai perbedaan
melatarbelakangi para pahlawan. Dari agama yang berbeda, suku bangsa, daerah
yang beragam, bahasa yang berbeda, dan ribuan perbedaan lain. Namun hal itu
tidak membuat mereka bermusuhan, ber-etnosentris dengan kemauan dan ambisi
masing-masing untuk mendirikan negara daerah. Mereka membingkai manis
keberagaman bangsa kita dengan semangat persatuan bersama, sama-sama berjuang
dalam satu naungan Indonesia Raya. Kalau boleh dibilang; keberagaman Nusantara
sejak dulu, adalah sebuah keniscayaan yang ditakdirkan untuk menjadi negara
besar Indonesia Raya. Dan sebuah keniscayaan itu adalah: PERSATUAN. Para
pahlawan telah berhasil membuktikan bahwa persatuan adalah the home of power, sumber kekuatan Bangsa Indonesia.
Persatuan, adalah kekuatan dahsyat yang menjadi sebab
adanya bangsa Indonesia. Para pahlawan berkorban di atas tujuan bersama,
mencapai bangsa yang bersatu. Ingatkah kau Bung? Seorang Sugondo Joyopuspito,
seorang pemuda Jawa yang menjalin hubungan persatuan dengan seorang Moh. Yamin,
seorang Minang tulen, dilengkapi dengan seorang Yohannes Leimena seorang Ambon Manise.
Persatuan mereka begitu kuat dan terjalin pada setiap insan muda Nusantara. Persatuan
yang menjulur ke seantero Nusantara. Bayangkan saja, betapa dahsyat dan
hebatnya mereka. Pada era itu, tahun 1928-an di mana teknologi informasi sangat
terbatas. Transportasi masih sangat sulit. Namun, dengan kekuatan persatuan
inilah para pemuda melahurkan Sumpah Pemuda 1928, yang berbuah manis Kemerdekaan
1945.
Dan pertanyaan untuk kita bung! Di tengah keyakinan semua
anak bangsa, bahwa para pahlawan masih hidup di antara kita, Apakah persatuan
yang dirajut para pahlawan itu masih mendarah daging sebagai kepribadian kita? Persatuan
kita kian terpuruk. Baru-baru ini, insiden memalukan harkat persatuan bangsa
terjadi. Hanya sebuah kebanggaan membela tim sepakbola, menumpahkan darah
seorang anak bangsa. Tak peduli pihak manapun yang terlibat, siapapun yang diklaim
bersalah, kejadian ini sangat memalukan. Insiden ini meluruhkan karisma sang
dwiwarna yang dirajut dengan semangat persatuan. Hanyalah sebuah etnosentris
dan solidaritas antargolongan, yang merongrong wibawa bangsa.
Bukanlah kejadian pertama, kericuhan dan keributan dalam
kehidupan bangsa ini. Berjuta-juta konflik telah terjadi melukai ikatan
persatuan anak-anak bangsa. Konflik vertikal, horizontal, dan konflik
multikultural kelas rendah sampai kelas kakap bukan hal yang asing lagi. Pada
era orla dulu, paham komunis hampir merongrong wibawa Pancasila, dilanjutkan
konflik antarsuku dan etnis; Tragedi Sampit, Mei Kelabu, Peristiwa Ambon,
Tragedi Tolikara, dan segudang konflik lain.
Betapa terpukulnya para pahlawan itu! Mereka hidup di tengah kita, dan berapa banyak
perpecahan yang sudah kita perbuat. Apakah tidak malu! Ketahuilah, betapa
tersakitinya seorang Soekarno sebagai penyambung lidah rakyat, mengetahui
pengorbanannya dipecah oleh onggokan udara hampa penuh dusta; Hoax. Betapa
tersakitinya para pahlawan itu. Persatuan yang telah terwujud menjadi bangsa
besar ini, terberai begitu saja.
Sudahilah bung! Hentikan! Mari kita banggakan arwah para
pahlawan dengan merajut kembali sang pusaka dwiwarna yang terlanjur terkoyak. Ayo
kita terbangkan Sang Garuda di angkasa raya. Galakkan persatuan, banggakan
arwah para pahlawan!
Penulis : Mastri
Imammusaddin
XI IIS 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar