Mungkin kita pernah bertanya apakah sastrawan yang kita kenal bisa
disebut juga sebagai pahlawan? Jika iya, lantas apa yang membuat mereka disebut
pahlawan?
Sastra ada setelah bahasa ada. Kesusastraan Indonesia
baru muncul tahun 1928. Karena nama
¨bahasa Indonesia” baru ada setelah
bahasa Melayu di diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober
1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Pada saat itu para sastrawan mulai
muncul seperti, Chairil Anwar, Abdoel Moeis, Amir Hamzah, Muh Yamin, dan
lain-lainnnya. Mereka tidak hanya menulis untuk mengungkapkan pemikiran mereka
terhadap kondisi Indonesia pada waktu itu, tapi mereka juga ikut andil dalam
penyebaran bahasa indonesia, pembetukan sumpah pemuda, dan lain-lainnya.
Chairil Anwar mempromosikan Bahasa Indonesia yang saat
itu hanya jadi konsumsi publik terbatas. Lewat puisi-puisinya, ia memelihara
satu-satunya faktor pemersatu jutaan orang Indonesia dari Sabang hingga
Merauke.
Amir Hamzah sendiri menerima gelar pahlawan pada 1975.
Beliau pernah terlibat dalam organisasi sosial jong sumatra dan bergabung
dengan gerakan nasionalis untuk mendiskusikan masalah sosial rakyat Melayu
Nusantara di bawah kekuasaan kolonial Belanda.
Muh Yamin selain menjadi sastrawan juga menjadi
politikus ia berperan penting dalam proses pembuatan Sumpah Pemuda. Ia
mendorong Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dimana saat itu Bahasa Indonesia
belum menjadi bahasa pemersatu sehingga saat Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia
ditetapkan menjadi bahasa pemersatu. Usaha Muh Yamin itu di kemudian hari
diteruskan oleh Chairil Anwar dengan terus menerus menggunakan Bahasa Indonesia
dalam sastra modern. Bahasa Indonesia pun terus meningkat pamornya sebagai
perekat keindonesiaan.
Abdoel Moeis, selain menjadi aktivis dan politikus Minang,
juga merupakan sastrawan dan wartawan yang aktif pada masanya., ia bergabung
dengan Serikat Islam (SI) yang merupakan organisasi politik. Selain itu,
bersama dengan mendiang A.H. Wignyadisastra, ia dipercaya memimpin Kaum
Muda, salah satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung. Atas imsiatif dr. Cipto Mangunkusumo,
Abdoel Moeis (bersama dengan Wignyadisastra dan Suwardi Suryaningrat) membentuk
Komite Bumi Putra untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Nama Hamka melambung sebagai sastrawan berkat dua
novelnya, “Di Bawah Lindungan Ka’bah” dan “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.
Selama masa perjuangan, beliau turut bergerilya melawan penjajah bersama dengan
Barisan Pengawal Nagari demi menggalang dukungan rakyat menentang kembalinya
penjajah Belanda.
Berdasar paparan-paparan di atas kita bisa menyimpulkan
bahwa para sastrawan ternyata tidak hanya menghasilkan karya sastra tetapi
mereka juga berperan penting dalam menyebarluaskan dan membentuk bahasa
indonesia menjadi bahasa persatuan, melawan penjajahan dengan cara bergabung
dengan organisasi-organisasi sosial dan politik, serta memperkaya dunia
literasi Indonesia dengan karya-karya yang mereka ciptakan. Menjadi seorang
pahlwan tidak harus berada di medan perang yang mengorbankan nyawa tetapi
dengan membentuk organisasi atau mengikuti komunitas yang sudah ada bertujuan
untuk kegiatan positif yang mendorong
kita memajukan negeri ini. Namun, kita semua tahu seribu langkah itu dimulai
dari langkah pertama, siapa yang akan melangkah di langkah pertama itu? Langkah
pertama itu adalah diri kita sendiri.
Penulis
: Dili Arifaningtyas
X IIS 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar