Jumat, 05 Oktober 2018

Kepahlawanan Sastrawan


Mungkin kita pernah bertanya apakah sastrawan yang kita kenal bisa disebut juga sebagai pahlawan? Jika iya, lantas apa yang membuat mereka disebut pahlawan?

Sastra ada setelah bahasa ada. Kesusastraan Indonesia baru muncul  tahun 1928. Karena nama ¨bahasa Indonesia”  baru ada setelah bahasa Melayu di diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Pada saat itu para sastrawan mulai muncul seperti, Chairil Anwar, Abdoel Moeis, Amir Hamzah, Muh Yamin, dan lain-lainnnya. Mereka tidak hanya menulis untuk mengungkapkan pemikiran mereka terhadap kondisi Indonesia pada waktu itu, tapi mereka juga ikut andil dalam penyebaran bahasa indonesia, pembetukan sumpah pemuda, dan lain-lainnya.

Chairil Anwar mempromosikan Bahasa Indonesia yang saat itu hanya jadi konsumsi publik terbatas. Lewat puisi-puisinya, ia memelihara satu-satunya faktor pemersatu jutaan orang Indonesia dari Sabang hingga Merauke.

Amir Hamzah sendiri menerima gelar pahlawan pada 1975. Beliau pernah terlibat dalam organisasi sosial jong sumatra dan bergabung dengan gerakan nasionalis untuk mendiskusikan masalah sosial rakyat Melayu Nusantara di bawah kekuasaan kolonial Belanda.

Muh Yamin selain menjadi sastrawan juga menjadi politikus ia berperan penting dalam proses pembuatan Sumpah Pemuda. Ia mendorong Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dimana saat itu Bahasa Indonesia belum menjadi bahasa pemersatu sehingga saat Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia ditetapkan menjadi bahasa pemersatu. Usaha Muh Yamin itu di kemudian hari diteruskan oleh Chairil Anwar dengan terus menerus menggunakan Bahasa Indonesia dalam sastra modern. Bahasa Indonesia pun terus meningkat pamornya sebagai perekat keindonesiaan.

Abdoel Moeis, selain menjadi aktivis dan politikus Minang, juga merupakan sastrawan dan wartawan yang aktif pada masanya., ia bergabung dengan Serikat Islam (SI) yang merupakan organisasi politik. Selain itu, bersama dengan mendiang A.H. Wignyadisastra, ia dipercaya memimpin Kaum Muda, salah satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung. Atas imsiatif dr. Cipto Mangunkusumo, Abdoel Moeis (bersama dengan Wignyadisastra dan Suwardi Suryaningrat) membentuk Komite Bumi Putra untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda.

Nama Hamka melambung sebagai sastrawan berkat dua novelnya, “Di Bawah Lindungan Ka’bah” dan “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Selama masa perjuangan, beliau turut bergerilya melawan penjajah bersama dengan Barisan Pengawal Nagari demi menggalang dukungan rakyat menentang kembalinya penjajah Belanda.

Berdasar paparan-paparan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa para sastrawan ternyata tidak hanya menghasilkan karya sastra tetapi mereka juga berperan penting dalam menyebarluaskan dan membentuk bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan, melawan penjajahan dengan cara bergabung dengan organisasi-organisasi sosial dan politik, serta memperkaya dunia literasi Indonesia dengan karya-karya yang mereka ciptakan. Menjadi seorang pahlwan tidak harus berada di medan perang yang mengorbankan nyawa tetapi dengan membentuk organisasi atau mengikuti komunitas yang sudah ada bertujuan untuk kegiatan positif  yang mendorong kita memajukan negeri ini. Namun, kita semua tahu seribu langkah itu dimulai dari langkah pertama, siapa yang akan melangkah di langkah pertama itu? Langkah pertama itu adalah diri kita sendiri.



Penulis :  Dili Arifaningtyas

X IIS 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar